TUGAS
7 OUT CLASS
(KAMIS,
27 APRIL 2017)
NAMA : LARAS AYU
SETIAWATI
NIM : E1B014021
E-MAIL : larasayusetiawati95@gmail.com
Kompasiana : http://www.kompasiana.com/laras95
Blogger : http://larasayusetiawati.blogspot.co.id/
NOMOR HP :
082341191564
KEDATANGAN PASUKAN
JEPANG ke INDONESIA (1942-1945)
A.
Propaganda
Jepang yang Terasa di Daerah
Cita-cita
Jepang untuk menguasai daerah Asia Timur Raya, sudah sejak semula dicanangkan.
Tetapi cara merebut masing-masing daerah berbeda-beda. Khusus untuk merebut
Indonesia dari tangan Belanda, Jepang mempunyai cara tersendiri. Jepang tahu
bahwa pada saat itu bangsa Indonesia haus akan kemerdekaan. Untuk itu lama
sebelum Jepang masuk ke Indonesia, Radio Tokyo sudah menyiarkan lagu Indonesia
Raya dan semboyan Asia untuk bangsa Asia. Hal in di lakukan oleh Jepang untuk
menarik perhatian bangsa Indonesia.
Disamping
itu dalam bidang studi, Jepang mengnjurkan kepada anak-anak banga Indonesia
untuk belajar di Jepang. Sedangkan untuk memikat hati para penganut agama
Islam, Jepang banyak mendirikan masjid antara lain pada tahun 1935 Jepang
mendirikan masjid di Kobe, pada tahun 1938 Jepang mendirikan masjid di Tokyo
dan sebagainya.
Jepang
tahu bahwa ekonomi sebagaian besar rakyat Indonesia dalam keadaan lemah, maka
Jepang berusaha menarik perhatian rakyat Indonesia dengan jalan memperbaiki
segi ekonomi. Sehingga rakyat Indonesia betul-betul dapat tertarik kepada
Jepang. Tanpa memiki atau mengetahui latar belakang apa yang ada atas kebaikan
yang diberikan. Hal ini terbukti, pada waktu menjelang pecah perang pasifik,
keadaan ekonomi Indonesia lemah, saat itu tuan-tuan tokoh Jepang menjual barang
dagangannya dengan harga yang sangat murah. Sehingga rakyat kecil merasa bahwa
apa bila nanti Jepang betul-betul menguasai Indonesia tentu segala sesuatu akan
dapat terbeli oleh rakyat kecil.
Untuk
mengetahui dari dekat keadaan ekonomi rakyat kecil, Jepang berusaha mendekati
rakyat secara langsung. Dalam hal ini Jepang mempunyai cara tersendiri yakni
dengan jalan memberikan kredit kepada pedagang-pedagang kecil. Akhirnya Jepang
tahu gerak nasionalis Indonesia betul-betul mendapat dukungan dari rakyat.
Untuk itu Jepang sangat berat mempengaruhinya. Satu-satunya jalan bagi Jepang
hanya dengan jalan membrikan janji kemerdekaan kepada bangsa Indonesia, kaum
nasionalis/pergerakan nasional Indonesia akan menjadi lunak. Tetapi melihat
Jepang ini tidak berhasil. Hal ini terbukti dari pendapat Dr. Tjipto
Mangunkusum, bahwa dengan paham pasismenya, Jepang tidak mungkin akan
memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia.
Dengan
demikian jelas bahwa propaganda Jepang terhadap Indonesia dapat dirasakan
terutama hanya di kalangan rakyat kecil, sedangkan bagi kaum nasionalis sebagian
besar tidak dapat menerimanya sebab kaum nasionalis Indonesia mendasarkan atas sifat
dari faham yang dianut oleh Jepang.
B.
Waktu Kedatangan
Pasukan Jepang
Kedatangan
pasukan Jepang ke Indonesia ada dua pihak tanggapan masyarakat Indonesia. Satu
pihak merasa senang sebab mereka menganggap bahwa Jepang sebagai penyelamat
atau pembebas masyarakat Indonesia dari cengkraman penjajah. Dipihak lain masih
tetap menganggap bahwa bagaimanpun cara Jepang memikat hati rakyat Indonesia,
tetapi Jepang tetap penjajah. Sehingga pada waktu kedatangan Jepang ke
Indonesia tepatnya pada saat di laksanakan serah terima resmi kota Jakarta dan
Belanda kepada tentara Dai Nippon, dismbut oleh ribuan rakyat Indonesia dengan
lambaian tangan dan kibaran merah putih serta teriakan merdeka. Di beberapa
tempat mulai di kibarkan merah putih dan dikumandangkan lagu Indonesia Raya.
Sambutan
rakyat Indonesia yang sangat baik itu diterima juga oleh Jepang dengan baik.
Oleh karena itu pada waktu kedatangan Jepang tersebut sebagian rakyat merasa
gembira menyangka bahwa Jepang betul-betul mau menolong rakyat Indonesia dari
cengkraman penjajah Belanda, dengan dasar
serta tujuan yang baik. Bahkan pada saat itu setiap tentara Jepang
bertemu dengan orang Indonesia selalu meneriakkan semboyan, “Indonesia Jepang
sama-sama”. Kemudian Jepang memperkenalkan kepada bangsa Indonesia sebagai
saudara tua. Dengan demikian pada saat itu kepercayaan sebagian rakyat
Indonesia kepada Jepang betul-betul tertanam.
Tetapi
situasi Indonesia seperti ini tidak berlangsung lama,sebab kemudin Jepang
kembali kepada tujuannya semula, yakni antara lain Jepang mengambil
sebanyak-banyaknya bahan mentah yang ada di bumi Indonesia. Sebab Jepang merasa
bahwa mungkin penjajahannya di bumi Indonesia tidak akan lama maka akhirnya
tindakan Jepang terhadap masyarakat Indonesia lebih kejam apabila dibanding
dengan penjajahan Belanda.
C.
Sikap Jepang
terhadap aparatur pemerintahan Jepang
Setelah
secara resmi Jepang berhasil menaklukkan Belanda, sehingga Belanda dapat
bertekuk lutut kepada Jepang tanpa syarat. Maka mulai saat itu secara resmi
pula Indonesia berganti penjajah, yaitu di bawah penjajahan Jepang. Cara Jepang
memerintah Indonesia berbeda dengan cara Belanda. Jepang berusaha terlebih
dahulu menyenangkan hati rakyat Indonesia, sehingga nantinya bangsa Indonesia
akan menurut kehendak Jepang, itulah rupanya di inginkan oleh Jepang.
Jepang
tahu bahwa saat itu bangsa Indonesia masih meluap-luap rasa bencinya terhadap
Belanda. Untuk itu Jepang ingin menarik perhatian bangsa Indonesia, sehingga
Jepang berusah untuk menyesuaikan keinginan bangsa Indonesia. Tindakan
pertama-tama yang dilakukan Jepang anta lain ialah menurunkan patung Jan
Pieters Zoon Coen. Jan Pieters Zoon Coen merupakan lambang kota Jakarta dan
lambang kekuasaan kolonial, karena Jan Pieterszoon Coen adalah pendiri kota
Batavia. Dengan penurunan patung tersebut, maksud Jepang berarti menghilangkan
sifat kolonial. Rakyat yang saat itu benci terhadap kolonial, karena di anggap
pemerintah kolonial-lah yang membuat sengsara rakyat Indonesia, dengan
penurunan patung tersebut, mereka sudah sedikit berkurang rasa dendamnya.
Di
samping itu didalam hal pemerintahan, Jepang mengganti pejabat Belanda yang
masih ada. Disebabkan Jepang masih ingin mengambil hati rakyat, juga sebenarnya
orang-orang Jepang di Indonesia belum banyak, maka Jepang menggantikan jabatan Belanda
sebagai kepala bangsa Indonesia terlebih dahulu, baru nanti secara
perlahan-lahan Jepang menggantikan jabatan yang di maksud dengan orang Jepang
sendiri. Sebagai contoh Dr. W.A.H. Euchter yang menjabat sebagai burgemeester
(walikota) terakhir, oleh Jepang diganti dengan Rajamin Nasution. Tetapi pada
bulan September 1942 sudah diganti oleh Takarosi Ichiro. Jadi penggantinya
terhadap penguasa Jepang secara berlahan-lahan, walaupun sebenarnya Jepang
sudah haus akan kekuasaan, mengingat cita-citanya ingin menguasai Asia Timur
Raya.
D.
Sikap Jepang
terhadap bangsa Indonesia
Taktik
politik Jepang memang bagus sekali, kalau dilihat dari tindakannya. dan Jepang
takut bahwa sebelum Jepang masuk ke Indonesia, kekuatan hokum nasionalis cukup
menakutkan Belanda, sehingga salah satu usaha Belanda untuk mengendalikan
kekutan kaum nasionalis ialah dengan jalan membentuk PID yaitu sejrnis polisi
rahasia. Polisi ini berhak menghentikan dan meneruskan jalannya rapat atau
jelasnya usaha propaganda dari kaum nasionalis. Untuk mencegah berkembangnya
kekuatan ini pada masa berkuasanya pemerintah Jepang, maka Jepang membubarkan
semua organisasi nasionalis yang berlangsung pada masa pemerintahan Belanda.
Tetapi
Jepang merasa khawatir kalau kaum pergerakan nasional tidak diberi wadah, maka
mereka akan bergerak dibawah tanah. Oleh karena itu Jepang mengarahkan
aktivitas kum pergerakan ke dalam 2 (dua) wadah yakni:
a)
MIAI
(Majelis Islam A’la Indonesia), yang di ketahui oleh H.Wahid Hasjim.
b)
PUTERA
(Pusat Tenaga Rakyat).
Ketua :
Bung Karno
Wakil ketua : Bung Hatta
Direktur :
Mr. Sartono
Kepala bagian pendidikan : Ki Hajar Dewantoro
Perlu
diketahui bahwa kaum nasionalis yang menduduki jabatan pengurus di dalam
organisasi tersebut, bukan semata-mata hanya bekerja dengan Jepang dalam arti
setuju dengan penjajahan Jepang, tidak. Mereka menggunakan kesempatan dengan
segala usaha secara legal, untuk memperluas lapangan perjuangan kaum
nasionalis. Jadi mereka berusaha untuk dapat memelihara organisasi tersebut,
paling sedikit dapat menjadi pengganti dari organisasi nasional yang telah
dibekukan oleh Jepang. Sedangkan sebagian lagi mengembangkan dalam bidang
politik dengan cara bekerja di bawah tanah maksudnya tidak terang-terangan
bekerja sama dengan Jepang.
E.
Sikap bangsa
Indonesia terhadap Jepang
Sebenarnya
pada waktu Jepang dating di Indonesia, bangsa Indonesia sebagian besar menaruh
simpati. Hal ini disebabkan cara menarik hati rakyat pada masa sebelumnya.
Sedangkan pada dating sampai dengan beberapa saat Jepang masih menunjukkan
sikap baik, lebih-lebih dengan menggunakan istilah saudara tua, setiap Jepang
berkenalan dengan bangsa Indonesia. Tetapi setelah bala tentara Jepang semakin
hari semakin banyak di Indonesia, maka Jepang mulai mengetrapkan aksinya.
Organisasi nasional dibekukan walaupun tokoh di ganti. Bendera Merah Putih
dilarang dikibarkan bahkan lagu Indonesia Raya yang semula selalu di
dengung-dengungkan oleh radio Tokyo, di Indonesia mulai tidak boleh dinyayikan.
Saat
iti bangsa Indonesia sudah mulai tidak senang terhadap tindakan Jepang.
Bagaimanapun juga keadaan di Indonesia, karena Jepang perhatiannya sangat
terpancang kepada peperangan di luar Indonesia, maka sikap rakyat Indonesia
tidak banyak mendapat perhatiannya. Kemudian dengan mendesaknya kebutuhan
tenaga untuk menyongkong peperangan, maka Jepang mengerahkan seluruh tenaga
bangsa Indonesia untuk di didik sebagai militer. Jepang mengatakan bahwa
semuanya itu adalah untuk perang suci guna mempertahankan tanah air. Sehingga
bangsa Indonesia sebagian bertekad mati bersama-sama Jepang, demi menghancurkan
sekutu. Tetapi kenyataannya kemauan bangsa Indonesia semacam itu hanya betepuk
sebelah tangan. Hal ini terbukti dari peristiwa pada bulan Pebruari 1944 yaitu
ketika kapal Jepang kena Terpedo musuh dan tenggelam, Jepang sampai hati
membunuh Heiho yang tidak sanggup berkelahi di dalam laut. Hal ini dilakukan
oleh Jepang dengan sasaran hanya untuk mengambil bantal pelampung mereka.
Sikap
Jepang memang keterlaluan, tetapi walau bagaimanapun juga usaha Jepang,
nyatanya di dalam peperangan masih tidak terdesak. Kemudian pada tanggal 10
Juni 1944 Jepang menyusun Benteng Perjuangan Jawa. Maksudnya, apa saja yang ada
di bumi Indonesia dapat di pergunakan sebagai alat perang menyambut sekutu.
Oleh karena itu Jepang dengan seenaknya saja mengerahkan dan mempergunakan
manusia dan seisi alam Indonesia ini. Lebih-lebih tidakan Jepang terhadap
rakyat kecil, terlalu kejam, seperti telah dikemukakan di atas misalnya
tindakan Jepang berlatih di desa-desa, mereka tahu dengan mata kepala sendiri
bagaimana penderitaan rakyat kecil di daerah, akibatnya mereka bertekad bulat
untuk membela rakyat.
Dengan
sesepuh Dr. Ismail dan pencetus ide Suprijadi dan di bantu oleh yang lain-lain,
maka Suprijadi mengetengahkan motif-motif pemberontakan sebagai berikut:
a)
Mencapai
kemerdekaan sepenuhnya
b)
Menghentikan
penindasan terhadap rakyat yang sudah jatuh ke jurang kesengsaraan yang
sedalam-dalamnya.
Dengan
motif tersebut, serta kekompakan dan kesiap-siagaan para tentara PETA Blitar,
maka pada tanggal 14 Pebruari 1945, pecahlah pemberontakan PETA Blitar. Tetapi
saying pemberontakan ini dapat ditumpas oleh Jepang, sehingga tujuan PETA belum
dapat terapai pada saat itu. Walaupun pemberontakan PETA Jawa Timur ini gagal,
namun demikian semangat rakyat Jawa Timur serta daerah-daerah lain se Indonesia
tidak patah sampai disitu saja. Hal ini terbukti dengan adanya
pemberontakan-pemberontakan yang sejenis yang muncul di tempat-tempat lain.
Jepang
merasa bahwa saat itu rakyat Indonesia sudah mulai bergerak untuk berontak dan
serangan tentara sekutu semakin mendesak, maka Jepag merasa dirinya sudah dalam
keadaan terjepit. Oleh karena itu Jepang ingin memenuhi janjinya untuk memenuhi
kemerdekaan dengan mulai menyusun Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan
Indonesia. Tetapi pada saat itu kaum intelektuil Indonesia sudah tipis
kepercayaannya terhadap Jepang. Maka untuk membalas siasatJepang tersebut, kaum
intelektuil menyusun Panitia kecil yang berjumlah 9 orang yakni : Sukarno,
Hatta, Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, Abdul Kahar Muzakir, Agus Salim, Achmad
Subardjo, Wachid Hasjim dan Moh. Yamin. Hasil Panitia Kecil tersebut ialah
suatu naskah yang bersifat illegal,yang kemudian di kenal dengan nama Piagam
Jakarta atau Jakarta Charter, yang isinya sebagai berikut:
“bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, maka oleh sebab itu
penjajahan di atas dunia harus di hapuskan karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan peri keadilan. Dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa maka rakyat
Indonesia dengan ini menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu berdaulat , adil dan makmur. Atas
berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan di dorongkan oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia dengan
ini menyatakan kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia, dan
untuk memjukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan itu dalam suatu Hukum Dasar
Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Repiblik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada: ke Tuhanan, dengan kewajiban
menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, persatuan Indonesia dan
kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Dengan
melihat isi Jakarta charter tersebut jelas menunjukkan bahwa kemerdekaan tidak
didambakan datangnya dari pemberian Jepang, tetapi didasarkan atas kemauan kemampuan
serta kebulatan tekad bangsa Indonesia sendiri.
Kesimpulan
Cita-cita
Jepang untuk menguasai daerah Asia Timur Raya, sudah sejak semula dicanangkan.
Tetapi cara merebut masing-masing daerah berbeda-beda. Khusus untuk merebut
Indonesia dari tangan Belanda, Jepang mempunyai cara tersendiri. Jepang tahu
bahwa pada saat itu bangsa Indonesia haus akan kemerdekaan. Untuk itu lama
sebelum Jepang masuk ke Indonesia, Radio Tokyo sudah menyiarkan lagu Indonesia
Raya dan semboyan Asia untuk bangsa Asia. Hal in di lakukan oleh Jepang untuk
menarik perhatian bangsa Indonesia.
Disamping
itu dalam bidang studi, Jepang mengnjurkan kepada anak-anak banga Indonesia
untuk belajar di Jepang. Sedangkan untuk memikat hati para penganut agama
Islam, Jepang banyak mendirikan masjid antara lain pada tahun 1935 Jepang
mendirikan masjid di Kobe, pada tahun 1938 Jepang mendirikan masjid di Tokyo
dan sebagainya.
Kedatangan
pasukan Jepang ke Indonesia ada dua pihak tanggapan masyarakat Indonesia. Satu
pihak merasa senang sebab mereka menganggap bahwa Jepang sebagai penyelamat
atau pembebas masyarakat Indonesia dari cengkraman penjajah. Dipihak lain masih
tetap menganggap bahwa bagaimanpun cara Jepang memikat hati rakyat Indonesia,
tetapi Jepang tetap penjajah.
Setelah
secara resmi Jepang berhasil menaklukkan Belanda, sehingga Belanda dapat
bertekuk lutut kepada Jepang tanpa syarat. Maka mulai saat itu secara resmi
pula Indonesia berganti penjajah, yaitu di bawah penjajahan Jepang. Cara Jepang
memerintah Indonesia berbeda dengan cara Belanda. Jepang berusaha terlebih
dahulu menyenangkan hati rakyat Indonesia, sehingga nantinya bangsa Indonesia
akan menurut kehendak Jepang, itulah rupanya di inginkan oleh Jepang.