Kamis, 27 April 2017

KEDATANGAN PASUKAN JEPANG ke INDONESIA (1942-1945)


TUGAS 7 OUT CLASS
(KAMIS, 27 APRIL 2017)

NAMA : LARAS AYU SETIAWATI
NIM : E1B014021
NOMOR HP : 082341191564

KEDATANGAN PASUKAN JEPANG ke INDONESIA (1942-1945)

A.    Propaganda Jepang yang Terasa di Daerah
            Cita-cita Jepang untuk menguasai daerah Asia Timur Raya, sudah sejak semula dicanangkan. Tetapi cara merebut masing-masing daerah berbeda-beda. Khusus untuk merebut Indonesia dari tangan Belanda, Jepang mempunyai cara tersendiri. Jepang tahu bahwa pada saat itu bangsa Indonesia haus akan kemerdekaan. Untuk itu lama sebelum Jepang masuk ke Indonesia, Radio Tokyo sudah menyiarkan lagu Indonesia Raya dan semboyan Asia untuk bangsa Asia. Hal in di lakukan oleh Jepang untuk menarik perhatian bangsa Indonesia.
            Disamping itu dalam bidang studi, Jepang mengnjurkan kepada anak-anak banga Indonesia untuk belajar di Jepang. Sedangkan untuk memikat hati para penganut agama Islam, Jepang banyak mendirikan masjid antara lain pada tahun 1935 Jepang mendirikan masjid di Kobe, pada tahun 1938 Jepang mendirikan masjid di Tokyo dan sebagainya.
            Jepang tahu bahwa ekonomi sebagaian besar rakyat Indonesia dalam keadaan lemah, maka Jepang berusaha menarik perhatian rakyat Indonesia dengan jalan memperbaiki segi ekonomi. Sehingga rakyat Indonesia betul-betul dapat tertarik kepada Jepang. Tanpa memiki atau mengetahui latar belakang apa yang ada atas kebaikan yang diberikan. Hal ini terbukti, pada waktu menjelang pecah perang pasifik, keadaan ekonomi Indonesia lemah, saat itu tuan-tuan tokoh Jepang menjual barang dagangannya dengan harga yang sangat murah. Sehingga rakyat kecil merasa bahwa apa bila nanti Jepang betul-betul menguasai Indonesia tentu segala sesuatu akan dapat terbeli oleh rakyat kecil.
            Untuk mengetahui dari dekat keadaan ekonomi rakyat kecil, Jepang berusaha mendekati rakyat secara langsung. Dalam hal ini Jepang mempunyai cara tersendiri yakni dengan jalan memberikan kredit kepada pedagang-pedagang kecil. Akhirnya Jepang tahu gerak nasionalis Indonesia betul-betul mendapat dukungan dari rakyat. Untuk itu Jepang sangat berat mempengaruhinya. Satu-satunya jalan bagi Jepang hanya dengan jalan membrikan janji kemerdekaan kepada bangsa Indonesia, kaum nasionalis/pergerakan nasional Indonesia akan menjadi lunak. Tetapi melihat Jepang ini tidak berhasil. Hal ini terbukti dari pendapat Dr. Tjipto Mangunkusum, bahwa dengan paham pasismenya, Jepang tidak mungkin akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia.
            Dengan demikian jelas bahwa propaganda Jepang terhadap Indonesia dapat dirasakan terutama hanya di kalangan rakyat kecil, sedangkan bagi kaum nasionalis sebagian besar tidak dapat menerimanya sebab kaum nasionalis Indonesia mendasarkan atas sifat dari faham yang dianut oleh Jepang.

B.     Waktu Kedatangan Pasukan Jepang
            Kedatangan pasukan Jepang ke Indonesia ada dua pihak tanggapan masyarakat Indonesia. Satu pihak merasa senang sebab mereka menganggap bahwa Jepang sebagai penyelamat atau pembebas masyarakat Indonesia dari cengkraman penjajah. Dipihak lain masih tetap menganggap bahwa bagaimanpun cara Jepang memikat hati rakyat Indonesia, tetapi Jepang tetap penjajah. Sehingga pada waktu kedatangan Jepang ke Indonesia tepatnya pada saat di laksanakan serah terima resmi kota Jakarta dan Belanda kepada tentara Dai Nippon, dismbut oleh ribuan rakyat Indonesia dengan lambaian tangan dan kibaran merah putih serta teriakan merdeka. Di beberapa tempat mulai di kibarkan merah putih dan dikumandangkan lagu Indonesia Raya.
            Sambutan rakyat Indonesia yang sangat baik itu diterima juga oleh Jepang dengan baik. Oleh karena itu pada waktu kedatangan Jepang tersebut sebagian rakyat merasa gembira menyangka bahwa Jepang betul-betul mau menolong rakyat Indonesia dari cengkraman penjajah Belanda, dengan dasar  serta tujuan yang baik. Bahkan pada saat itu setiap tentara Jepang bertemu dengan orang Indonesia selalu meneriakkan semboyan, “Indonesia Jepang sama-sama”. Kemudian Jepang memperkenalkan kepada bangsa Indonesia sebagai saudara tua. Dengan demikian pada saat itu kepercayaan sebagian rakyat Indonesia kepada Jepang betul-betul tertanam.
            Tetapi situasi Indonesia seperti ini tidak berlangsung lama,sebab kemudin Jepang kembali kepada tujuannya semula, yakni antara lain Jepang mengambil sebanyak-banyaknya bahan mentah yang ada di bumi Indonesia. Sebab Jepang merasa bahwa mungkin penjajahannya di bumi Indonesia tidak akan lama maka akhirnya tindakan Jepang terhadap masyarakat Indonesia lebih kejam apabila dibanding dengan penjajahan Belanda.

C.    Sikap Jepang terhadap aparatur pemerintahan Jepang
            Setelah secara resmi Jepang berhasil menaklukkan Belanda, sehingga Belanda dapat bertekuk lutut kepada Jepang tanpa syarat. Maka mulai saat itu secara resmi pula Indonesia berganti penjajah, yaitu di bawah penjajahan Jepang. Cara Jepang memerintah Indonesia berbeda dengan cara Belanda. Jepang berusaha terlebih dahulu menyenangkan hati rakyat Indonesia, sehingga nantinya bangsa Indonesia akan menurut kehendak Jepang, itulah rupanya di inginkan oleh Jepang.
            Jepang tahu bahwa saat itu bangsa Indonesia masih meluap-luap rasa bencinya terhadap Belanda. Untuk itu Jepang ingin menarik perhatian bangsa Indonesia, sehingga Jepang berusah untuk menyesuaikan keinginan bangsa Indonesia. Tindakan pertama-tama yang dilakukan Jepang anta lain ialah menurunkan patung Jan Pieters Zoon Coen. Jan Pieters Zoon Coen merupakan lambang kota Jakarta dan lambang kekuasaan kolonial, karena Jan Pieterszoon Coen adalah pendiri kota Batavia. Dengan penurunan patung tersebut, maksud Jepang berarti menghilangkan sifat kolonial. Rakyat yang saat itu benci terhadap kolonial, karena di anggap pemerintah kolonial-lah yang membuat sengsara rakyat Indonesia, dengan penurunan patung tersebut, mereka sudah sedikit berkurang rasa dendamnya.
            Di samping itu didalam hal pemerintahan, Jepang mengganti pejabat Belanda yang masih ada. Disebabkan Jepang masih ingin mengambil hati rakyat, juga sebenarnya orang-orang Jepang di Indonesia belum banyak, maka Jepang menggantikan jabatan Belanda sebagai kepala bangsa Indonesia terlebih dahulu, baru nanti secara perlahan-lahan Jepang menggantikan jabatan yang di maksud dengan orang Jepang sendiri. Sebagai contoh Dr. W.A.H. Euchter yang menjabat sebagai burgemeester (walikota) terakhir, oleh Jepang diganti dengan Rajamin Nasution. Tetapi pada bulan September 1942 sudah diganti oleh Takarosi Ichiro. Jadi penggantinya terhadap penguasa Jepang secara berlahan-lahan, walaupun sebenarnya Jepang sudah haus akan kekuasaan, mengingat cita-citanya ingin menguasai Asia Timur Raya.

D.    Sikap Jepang terhadap bangsa Indonesia
            Taktik politik Jepang memang bagus sekali, kalau dilihat dari tindakannya. dan Jepang takut bahwa sebelum Jepang masuk ke Indonesia, kekuatan hokum nasionalis cukup menakutkan Belanda, sehingga salah satu usaha Belanda untuk mengendalikan kekutan kaum nasionalis ialah dengan jalan membentuk PID yaitu sejrnis polisi rahasia. Polisi ini berhak menghentikan dan meneruskan jalannya rapat atau jelasnya usaha propaganda dari kaum nasionalis. Untuk mencegah berkembangnya kekuatan ini pada masa berkuasanya pemerintah Jepang, maka Jepang membubarkan semua organisasi nasionalis yang berlangsung pada masa pemerintahan Belanda.
            Tetapi Jepang merasa khawatir kalau kaum pergerakan nasional tidak diberi wadah, maka mereka akan bergerak dibawah tanah. Oleh karena itu Jepang mengarahkan aktivitas kum pergerakan ke dalam 2 (dua) wadah yakni:
a)      MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia), yang di ketahui oleh H.Wahid Hasjim.
b)      PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat).
Ketua                                      : Bung Karno
Wakil ketua                             : Bung Hatta
Direktur                                   : Mr. Sartono
Kepala bagian pendidikan      : Ki Hajar Dewantoro

            Perlu diketahui bahwa kaum nasionalis yang menduduki jabatan pengurus di dalam organisasi tersebut, bukan semata-mata hanya bekerja dengan Jepang dalam arti setuju dengan penjajahan Jepang, tidak. Mereka menggunakan kesempatan dengan segala usaha secara legal, untuk memperluas lapangan perjuangan kaum nasionalis. Jadi mereka berusaha untuk dapat memelihara organisasi tersebut, paling sedikit dapat menjadi pengganti dari organisasi nasional yang telah dibekukan oleh Jepang. Sedangkan sebagian lagi mengembangkan dalam bidang politik dengan cara bekerja di bawah tanah maksudnya tidak terang-terangan bekerja sama dengan Jepang.

E.     Sikap bangsa Indonesia terhadap Jepang
            Sebenarnya pada waktu Jepang dating di Indonesia, bangsa Indonesia sebagian besar menaruh simpati. Hal ini disebabkan cara menarik hati rakyat pada masa sebelumnya. Sedangkan pada dating sampai dengan beberapa saat Jepang masih menunjukkan sikap baik, lebih-lebih dengan menggunakan istilah saudara tua, setiap Jepang berkenalan dengan bangsa Indonesia. Tetapi setelah bala tentara Jepang semakin hari semakin banyak di Indonesia, maka Jepang mulai mengetrapkan aksinya. Organisasi nasional dibekukan walaupun tokoh di ganti. Bendera Merah Putih dilarang dikibarkan bahkan lagu Indonesia Raya yang semula selalu di dengung-dengungkan oleh radio Tokyo, di Indonesia mulai tidak boleh dinyayikan.
            Saat iti bangsa Indonesia sudah mulai tidak senang terhadap tindakan Jepang. Bagaimanapun juga keadaan di Indonesia, karena Jepang perhatiannya sangat terpancang kepada peperangan di luar Indonesia, maka sikap rakyat Indonesia tidak banyak mendapat perhatiannya. Kemudian dengan mendesaknya kebutuhan tenaga untuk menyongkong peperangan, maka Jepang mengerahkan seluruh tenaga bangsa Indonesia untuk di didik sebagai militer. Jepang mengatakan bahwa semuanya itu adalah untuk perang suci guna mempertahankan tanah air. Sehingga bangsa Indonesia sebagian bertekad mati bersama-sama Jepang, demi menghancurkan sekutu. Tetapi kenyataannya kemauan bangsa Indonesia semacam itu hanya betepuk sebelah tangan. Hal ini terbukti dari peristiwa pada bulan Pebruari 1944 yaitu ketika kapal Jepang kena Terpedo musuh dan tenggelam, Jepang sampai hati membunuh Heiho yang tidak sanggup berkelahi di dalam laut. Hal ini dilakukan oleh Jepang dengan sasaran hanya untuk mengambil bantal pelampung mereka.
            Sikap Jepang memang keterlaluan, tetapi walau bagaimanapun juga usaha Jepang, nyatanya di dalam peperangan masih tidak terdesak. Kemudian pada tanggal 10 Juni 1944 Jepang menyusun Benteng Perjuangan Jawa. Maksudnya, apa saja yang ada di bumi Indonesia dapat di pergunakan sebagai alat perang menyambut sekutu. Oleh karena itu Jepang dengan seenaknya saja mengerahkan dan mempergunakan manusia dan seisi alam Indonesia ini. Lebih-lebih tidakan Jepang terhadap rakyat kecil, terlalu kejam, seperti telah dikemukakan di atas misalnya tindakan Jepang berlatih di desa-desa, mereka tahu dengan mata kepala sendiri bagaimana penderitaan rakyat kecil di daerah, akibatnya mereka bertekad bulat untuk membela rakyat.
            Dengan sesepuh Dr. Ismail dan pencetus ide Suprijadi dan di bantu oleh yang lain-lain, maka Suprijadi mengetengahkan motif-motif pemberontakan sebagai berikut:
a)      Mencapai kemerdekaan sepenuhnya
b)      Menghentikan penindasan terhadap rakyat yang sudah jatuh ke jurang kesengsaraan yang sedalam-dalamnya.
            Dengan motif tersebut, serta kekompakan dan kesiap-siagaan para tentara PETA Blitar, maka pada tanggal 14 Pebruari 1945, pecahlah pemberontakan PETA Blitar. Tetapi saying pemberontakan ini dapat ditumpas oleh Jepang, sehingga tujuan PETA belum dapat terapai pada saat itu. Walaupun pemberontakan PETA Jawa Timur ini gagal, namun demikian semangat rakyat Jawa Timur serta daerah-daerah lain se Indonesia tidak patah sampai disitu saja. Hal ini terbukti dengan adanya pemberontakan-pemberontakan yang sejenis yang muncul di tempat-tempat lain.
            Jepang merasa bahwa saat itu rakyat Indonesia sudah mulai bergerak untuk berontak dan serangan tentara sekutu semakin mendesak, maka Jepag merasa dirinya sudah dalam keadaan terjepit. Oleh karena itu Jepang ingin memenuhi janjinya untuk memenuhi kemerdekaan dengan mulai menyusun Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Tetapi pada saat itu kaum intelektuil Indonesia sudah tipis kepercayaannya terhadap Jepang. Maka untuk membalas siasatJepang tersebut, kaum intelektuil menyusun Panitia kecil yang berjumlah 9 orang yakni : Sukarno, Hatta, Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, Abdul Kahar Muzakir, Agus Salim, Achmad Subardjo, Wachid Hasjim dan Moh. Yamin. Hasil Panitia Kecil tersebut ialah suatu naskah yang bersifat illegal,yang kemudian di kenal dengan nama Piagam Jakarta atau Jakarta Charter, yang isinya sebagai berikut:
            “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, maka oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus di hapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa maka rakyat Indonesia dengan ini menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu berdaulat , adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan di dorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia, dan untuk memjukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Repiblik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada: ke Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
          Dengan melihat isi Jakarta charter tersebut jelas menunjukkan bahwa kemerdekaan tidak didambakan datangnya dari pemberian Jepang, tetapi didasarkan atas kemauan kemampuan serta kebulatan tekad bangsa Indonesia sendiri.
Kesimpulan
            Cita-cita Jepang untuk menguasai daerah Asia Timur Raya, sudah sejak semula dicanangkan. Tetapi cara merebut masing-masing daerah berbeda-beda. Khusus untuk merebut Indonesia dari tangan Belanda, Jepang mempunyai cara tersendiri. Jepang tahu bahwa pada saat itu bangsa Indonesia haus akan kemerdekaan. Untuk itu lama sebelum Jepang masuk ke Indonesia, Radio Tokyo sudah menyiarkan lagu Indonesia Raya dan semboyan Asia untuk bangsa Asia. Hal in di lakukan oleh Jepang untuk menarik perhatian bangsa Indonesia.
            Disamping itu dalam bidang studi, Jepang mengnjurkan kepada anak-anak banga Indonesia untuk belajar di Jepang. Sedangkan untuk memikat hati para penganut agama Islam, Jepang banyak mendirikan masjid antara lain pada tahun 1935 Jepang mendirikan masjid di Kobe, pada tahun 1938 Jepang mendirikan masjid di Tokyo dan sebagainya.
            Kedatangan pasukan Jepang ke Indonesia ada dua pihak tanggapan masyarakat Indonesia. Satu pihak merasa senang sebab mereka menganggap bahwa Jepang sebagai penyelamat atau pembebas masyarakat Indonesia dari cengkraman penjajah. Dipihak lain masih tetap menganggap bahwa bagaimanpun cara Jepang memikat hati rakyat Indonesia, tetapi Jepang tetap penjajah.
            Setelah secara resmi Jepang berhasil menaklukkan Belanda, sehingga Belanda dapat bertekuk lutut kepada Jepang tanpa syarat. Maka mulai saat itu secara resmi pula Indonesia berganti penjajah, yaitu di bawah penjajahan Jepang. Cara Jepang memerintah Indonesia berbeda dengan cara Belanda. Jepang berusaha terlebih dahulu menyenangkan hati rakyat Indonesia, sehingga nantinya bangsa Indonesia akan menurut kehendak Jepang, itulah rupanya di inginkan oleh Jepang.






Kamis, 20 April 2017

PERMASALAHAN POLITIK DI INDONESIA


TUGAS 6 OUT CLASS
(KAMIS, 20 APRIL 2017)

NAMA : LARAS AYU SETIAWATI
NIM : E1B014021
NOMOR HP : 082341191564


Pemilu merupakan sesuatu yang sangat menentukan dan krusial, karena hasil dari pemilu tersebut akan lahir pemimpin baru yang akan menentukan nasib masyarakat di wilayah tersebut. Munculnya para calon pemimpin ini tidak lepas dari kontribusi partai politik sebagai mesin politik yang menghubungkan calon pemimpin dengan para pemilih yaitu masyarakat. Partai politik yang diusung oleh calon pemimpin merupakan cerminan dari calon pemimpin yang akan dipilih oleh masyarakat nantinya. Karena antara partai politik dan calon pemimpin pasti memiliki ideologi, visi, misi, cita-cita dan strategi yang sejalan. Dari sana maka akan muncul penilaian-penilaian dari masyarakat tentang partai politik tersebut dan masyarakat dapat menentukan apakah partai politik dan calon pemimpin tersebut layak untuk dipilih dalam pemilu karena telah memenuhi aspirasi pemilih.
Menurunnya tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu yang disebabkan involusi atau stagnannya perkembangan negara ini menyababkan terjadinya anomali dalam gaya berpolitik khusunya dalam menarik masyarakat dan mencoba membangun kembali kepercayaan masyarakat yang telah sampai pada titik jenuh terhadap partai politik. Anomali ini dapat dilihat dari mulai banyaknya partai-partai politik yang melibatkan media dalam berkampanye, lalu tidak sedikit partai politik yang melakukan politik uang yang berdampak pada oligarki partai dan mulai maraknya pencitraan yang dilakukan para elite politik yang berbendera partai politik.
Usaha yang dilakukan partai politik ini membuahkan hasil seperti yang direncanakan. Terlihat dari mulai tumbuhnya partisipasi politik dari masyarakat dan antusiasme masyarakat dalam pemilu. Maka secara otomatis demokrasi prosedural pun tercapai. Hanya saja yang menjadi ironi adalah demokrasi secara substansial tidak tercapai bahkan semakin menjauh sejalan dengan strategi-strategi partai politik yang dinilai anomali ini.
Kemudian yang menjadi permasalahan di Indonesia adalah semakin semu nilai-nilai multikultural yang dianut oleh bangsa Indonesia sejak dahulu. Pluralisme yang semakin semu ini disebabkan adanya beberapa etnis yang semakin mendominasi dan semakin mendiskriminasi etnis lain karena semakin berkuasanya etnis tersebut di bidang ekonomi. Sebenarnya disinilah letak peran seorang pemimpin dalam menanggulangi permasalahan ini dengan pengambilan keputusan yang tegas dan adil agar cita-cita multikultur indonesia tidak menjadi pluralisme semu semata.
Permasalahan yang mencuat kepermukaan saat ini disebabkan karena lemahnya penegakan hukum di tanah air. Sistem hukum yang demokratis saat ini telah melahirkan deviasi-deviasi ke arah anarkisme, kekerasan massa, dan tidak ada kepastian hukum yang pada akhirnya mengorbankan rakyat. Ketidaktaatan pada hukum saat ini membuat penulis berasumsi bahwa rakyat indonesia mangalami hipokrisi penegakan hukum, tidak adanya kesadaran dan menghargai suatu hukum membuat asumsi ini muncul. Seolah-olah rakyat lupa bahwa yang membuat hukum tersebut tidak lain dan tidak bukan rakyat itu sendiri. Sehingga kita semakin jauh dari cita reformasi yaitu menjaga demokrasi yang substansial, mewujudkan multikultur yang berlandaskan keadilan dan menegakkan hukum yang sebenar-benarnya.


Kamis, 13 April 2017

MASALAH-MASALAH YANG DISOROTI SOSIOLOGI HUKUM


TUGAS 5 IN CLASS
(KAMIS, 13 APRIL 2017)
NAMA : LARAS AYU SETIAWATI
NIM : E1B014021
NOMOR HP : 082341191564

Masalah-Masalah yang Disoroti Sosiologi Hukum

Tiga pokok permasalahan dari sosiologi hukum, antara lain sebagai berikut:
Pertama, menelaah problem-problem sistemik sosiologi hukum. Perujudan hukum sebagai fungsi dari bentuk-bentuk kemasyarakatan dan ciri dari tingkatan-tingkatan masyarakat. Bahwa manusia yang mempunyai kehendak (baik dari tataran manusia sebagai homo economicus hingga homo socius menjadi objek kajian sosiologi hokum) membentuk suatu komunitas (kolektifitas) sebagai suatu kenyataan sosial yang diwujudkan dengan simbol-simbol baik secara kelembagaan atau pranata sosial budaya yang terstruktur dalam satu tatanan sistem yang sifatnya dinamis yang termanifestasikan sebagai unit-unit kolektif riil yang khas.
Kedua, problem-problem sosiologi hukum differensial, menelaah perujudan hukum sebagai suatu fungsi dari unit-unit kolektif yang riil dimana pemecahannya terdapat pada tipologi hukum dari kelompok-kelompok tertentu serta masyarakat-masyarakat secara menyeluruh.
Ketiga, problem-problem sosiologi hukum genetis, yang dianalisis melalui mikrobiologis dinamis; menelaah keteraturan-keteraturan sebagai suatu kecenderungan, dan faktor-faktor dari perubahan, perkembangannya serta keruntuhan suatu hukum di dalam suatu masyarakat tertentu.

Secara umum masalah-masalah yang disoroti Sosiologi Hukum itu antara lain:
a.      Hukum dan Sistem Sosial Masyarakat
Misalnya, apakah sistem kewarisan dalam suatu masyarakat selalu mempengaruhi sistem hukum kewarisannya.
b.      Persamaan-Persamaan dan Perbedaan-Perbedaan Sistem-Sistem Hukum
Misalnya di Indonesia dapat dilakukan penelitian perbandingan terhadap sistem hukum yang berlaku di berbagai daerah dan yang didukung oleh suku bangsa yang berlainan.
c.       Sifat Sistem Hukum yang Dualistis
Contohnya adalah aturan sertifikat hak milik bisa berfungsi untuk melindungi hak seseorang atas kepemilikan tanah tetapi di sisi lain bisa berfungsi sebagai legitimasi pemerintahan daerah mengambil beberapa tanah yang secara turun temurun dikelola oleh suatu kelompok masyarakat dan kemudian dipindahkan kepemilikannya kepada pemilik modal.
d.      Hukum dan Nilai-nilai Sosial-Budaya
Misalnya karena sulitnya aturan-aturan adat yang harus dipenuhi dalam perkawinan, maka kawin lari diantara orang-orang Lampung Pepadon merupakan suatu kebolehan. Peraturan-peraturan mengenai tingkah laku manusia, dapat diketahui dari pitutur orang-orang tua yang disampaikan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.
e.       Kepastian Hukum dan Kesebandingannya
Misalnya ditegaskan oleh Max Weber yang membedakan substantive rationality dan formal rationality. Dikatakan bahwa sistem hukum Barat mempunyai kecenderungan untuk lebih menekankan pada segi formal rationality, artinya penyusunan secara sistematis dari ketentuan semacam itu sering kali bertentangan dengan aspek-aspek dari substantive rationality, yaitu kesebandingan bagi warga masyarakat secara individual.
f.       Peranan Hukum Sebagai Alat untuk Mengubah Masyarakat
Hukum disini bisa mengubah perilaku masyarakat dari sesuatu yang tidak teratur menjadi masyarakat yang teratur.

Berdasarkan penjelasan mengenai masalah-masalah yang disoroti Sosiologi hukum, maka dapat kami simpulkan bahwa sosiologi hukum merupakan suatu kajian yang secara mendalam menelaah hukum sebagai suatu gejala sosial dalam kenyataannya karena pada dasarnya objek yang menjadi kajian dari sosiologi hukum adalah objek yang dikaji juga oleh ilmu sosiologi dan ilmu hukum, yaitu tentang human science yang menyoroti salah satu kekhususan dari perilaku dan tindakan manusia baik struktur masyarakat maupun kebudayaannya yang berkaitan dengan karakteristik yang hidup dan berakar dan beranak pinak dalam masyarakat (sebagai kajian yang utuh tentang hukum dalam suatu sistem). Ilmu Sosiologi hukum ini  lebih menspesifikasikan hukum dalam konteksnya sebagai gejala sosial dari kenyataan riil dalam masyarakat yang sifatnya kompleks, hukum dilihat melalui prespektif fakta sosial empiriknya.
Sosiologi hukum melihat, menelaah dan mengamati hukum sebagai suatu gejala sosial, hal-hal yang nyata dalam proses interaksi masyarakat. Adapun hukum tidak hanya dipandang secara sempit mengenai aturan perundang-undangan saja, tetapi lebih luas lagi sebagai suatu yang ada dalam suatu sistem yang kompleks dalam masyarakat di mana tertib hukum berasal sebagai suatu kebutuhan jiwa oleh masyarakat itu sendiri.

Kegunaan Sosiologi Hukum ditengah Kehidupan Masyarakat
a.      Masyarakat dapat mengetahui peraturan maupun norma yang berlaku di lingkungan sekitarnya agar dia dapat mematuhi hukum.
b.  Dengan adanya pengetahuan tentang hukum dalam suatu masyarakat, masyarakat tersebut dapat bertindak sesuai dengan hukum yang berlaku dan dapat mengubah kondisi masyarakat yang masih sangat jauh menyimpng dari hukum atau aturan yang berlaku sehingga keadaan aman dan tentram yang diharapkan dapat terpenuhi.
c.    Dengan mempunyai pengetahuan terhadap hukum, masyarakat dapat mengetahui hukum mana yang masih harus dipertahankan atau diberlakukan dan hukum mana yang harus dihilangkan atau dihapus karena hukum dibuat sesuai kebutuhan masyarakat.  Di pulau Lombok misalnya, masyarakat hukum adat yang masih menganggap merariq itu sangat bagus dan penting tentu akan mempertahankan adat tersebut akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman adat tersebut sudah mulai jarang diterapkan walaupun belum sepenuhnya hilang.

Semoga masyarakat kita ke depannya lebih memahami hukum di sekitar kita menjadi suatu kebiasaan yang senantiasa membentuk karakter masing-masing masyarakat